Roller Coaster Karier Fathor Rakhman: Euforia Sehari, Terjungkal di Hari Berikutnya

redaksi

Portalpopuler.com Situbondo Jawa Timur Selasa 2 Desember 2025:  Karier birokrasi Fathor Rakhman kembali memasuki fase paling dramatis dan paling membingungkan. Dalam hitungan jam, ia merasakan puncak suka cita dan dasar keterpurukan. Seperti roller coaster yang meluncur dari ketinggian ekstrem lalu terhempas tajam, begitulah perjalanan karier panjangnya: mendaki cepat, jatuh lebih cepat.

Puncak drama terbaru terjadi ketika Bupati Situbondo, Mas Rio, secara terbuka dan lantang mengumumkan bahwa dirinya memilih Fathor Rakhman sebagai Penjabat Sementara (Pjs) Sekretaris Daerah. Pengumuman itu disampaikan di hadapan jajaran pejabat Pemkab Situbondo, seolah menjadi penegasan bahwa keputusan itu final dan tak terbantahkan.

Hari itu, ucapan selamat mengalir deras. Nama Fathor santer memenuhi ruang publik. Para kolega menganggap babak baru kariernya akan dimulai.Namun euforia hanya bertahan 24 jam.

Penolakan Gubernur: Titik Jatuh yang Mengejutkan

Usulan itu ternyata belum selesai. Masih ada satu pintu terakhir yang harus dilewati: restu Gubernur Jawa Timur. Dan justru di pintu itulah segalanya runtuh.

Melalui Badan Kepegawaian Provinsi, Gubernur menolak usulan Bupati Mas Rio dengan alasan ketidaksesuaian regulasi, terutama soal usia. Penolakan itu tidak bertele-tele, tidak berlapis, tidak memakai bahasa diplomatis. Tegas, langsung, dan final.

Kegembiraan Fathor sehari sebelumnya mendadak berubah menjadi hantaman hebat. Ia kembali ke posisi semula. Tanpa jabatan strategis. Tanpa kepastian. Tanpa ruang gerak.

Kekisruhan Regulasi atau Ketidaktahuan Pemimpin?

Penolakan itu memunculkan banyak pertanyaan. Banyak pihak menduga ada kekacauan administrasi yang fatal. Ada dua kemungkinan yang banyak diperbincangkan di balik layar.

Pertama, Bupati Mas Rio tidak memahami regulasi birokrasi, terutama terkait syarat usia calon Pjs Sekda. Minimnya pengalaman birokrasi membuat keputusan tersebut tidak didasarkan analisa peraturan yang kuat. Bahkan ketika usulannya ditolak, ia hanya berkomentar ringan: “Kita ajukan lagi.”

Baca Juga:
AKBP Bayu Anuar Sidiqie Resmi Pimpin Polres Situbondo, Berbekal Pengalaman Kortastipidkor dan KPK

Pernyataan yang menimbulkan pertanyaan besar: apakah ia benar-benar memahami prosedur?

Kedua, diduga usulan tersebut tidak melalui pembahasan serius bersama Bagian Hukum dan Badan Kepegawaian Pemkab Situbondo. Dua institusi yang mestinya menjadi benteng hukum justru dianggap hanya mengiyakan perintah Bupati. Mereka bekerja di zona nyaman—tidak berani memberi peringatan, tidak berani memberi catatan, tidak berani mengoreksi.

Namun ada kemungkinan ketiga, yang justru paling ramai dibicarakan: bahwa Bupati sebenarnya tahu aturan itu, tetapi tetap nekat mengusulkan Fathor.

Spekulasi: Manuver Politik untuk “Mengugurkan Janji”?

Di balik layar, spekulasi politik berputar lebih cepat daripada klarifikasi birokrasi. Dugaan publik menyebut Bupati Mas Rio sengaja mengusulkan nama yang sudah ia ketahui akan ditolak Gubernur. Motifnya: menggugurkan janji dan sekaligus menyingkirkan Fathor dari lingkaran strategis birokrasi.

Dengan cara ini, penolakan terlihat seolah sepenuhnya keputusan provinsi, bukan Bupati. Seolah Bupati telah memenuhi kewajiban mengusulkan, namun ditolak oleh pihak lain.

Spekulasi ini semakin kuat jika dikaitkan dengan dinamika sebelumnya. Fathor Rakhman pernah menolak permintaan “jatah proyek” dan “jatah kepala sekolah” dari seorang politisi senior partai pengusung Mas Rio—tokoh yang dikenal publik dengan julukan “Srikandi”.

Konon, penolakan itu berujung pada tekad politikus tersebut untuk membalas. Mulai dari rencana menggeser Fathor dari jabatan Pj Diknas, hingga memblokir peluangnya untuk menjadi Sekda.

Jika nanti jabatan kepala sekolah di salah satu SMP favorit di wilayah timur jatuh ke tangan lulusan syariah—bukan lulusan pendidikan—maka spekulasi ini semakin kuat: intervensi politik benar-benar sedang bekerja.

Rekam Jejak Berliku: Dari Tuduhan Korupsi hingga Dicopot Berkali-kali

Hidup birokrasi Fathor memang tidak pernah datar. Ia pernah menjabat sebagai Kadiknas, lalu dicopot, dan sempat ditahan karena dugaan korupsi sebelum akhirnya bebas murni. Ia kembali menjadi Kadiknas, kemudian masuk lingkaran kekuasaan Bung Karna sebagai pejabat eselon II pertama, dan juga menjadi pejabat pertama yang didepak dari lingkaran yang sama.

Baca Juga:
Dugaan Pemborosan Anggaran Publikasi Kominfo Situbondo Jadi Sorotan Keras

Ketika Mas Rio berkuasa, Fathor kembali diorbitkan untuk meredam faksi-faksi politik. Ia diberi jabatan Pj Diknas, namun hanya bertahan hitungan bulan sebelum dicopot lagi, diduga karena intervensi politik dari kelompok yang tidak menyukainya.

Kini, usulan Pjs Sekda menjadi babak terbaru: naik ke puncak sehari, jatuh tersungkur esoknya. Semua terjadi begitu cepat, begitu dramatis, begitu brutal.

Birokrasi yang Tidak Stabil dan Ancaman Kembali Terbukanya Kasus Lama:

Kasus ini menelanjangi rapuhnya tata kelola birokrasi Situbondo. Kepentingan politik tampak lebih menentukan dibanding regulasi dan profesionalisme.

Dan di tengah turbulensi itu, pertanyaan publik menggantung semakin keras:

Siapa yang berani menjamin bahwa kasus mutasi 60 GGD senilai Rp 2,5 miliar tidak akan tiba-tiba muncul kembali di meja Aparat Penegak Hukum?

Siapa yang bisa memastikan?

Tak ada yang tahu.

Tak ada yang berani menjamin.

Penulis: Moh. Hanif Fariady.

(Red/Tim)

error: Content is protected !!