LSM Siti Jenar: Kecamatan Ijen Berdiri di Tanah Negara Tanpa Dasar Hukum yang Jelas

redaksi

Portalpopuler.com Bondowoso, 25 Juli 2025 — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Siti Jenar menyampaikan kritik keras terhadap Pemerintah Kabupaten Bondowoso terkait keberadaan Kecamatan Ijen yang berdiri di atas tanah negara tanpa kepemilikan sah. Temuan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang legalitas administratif dan historis pembentukan kecamatan tersebut, yang hingga kini masih mengandalkan lahan milik negara berupa Hak Guna Usaha (HGU) dan kawasan hutan.

Keterangan Fhoto: LATAR BELAKANG KECAMATAN IJEN YANG BERDIRI DI TANAH NEGARA DI KABUPATEN BONDOWOSO

Dalam siaran resmi yang ditandatangani Ketua LSM Siti Jenar, Eko Febrianto, disebutkan bahwa seluruh fasilitas pemerintahan dan permukiman warga Kecamatan Ijen tidak berdiri di atas tanah milik sendiri, melainkan di lahan milik PT Perkebunan Nusantara XII dan Perum Perhutani. Kondisi ini disebut sebagai kegagalan struktural pemerintah dalam membentuk wilayah yang legal dan berdaulat secara agraria.

Latar Belakang: Kecamatan Tanpa Tanah Milik.

Kecamatan Ijen merupakan hasil pemekaran wilayah yang meliputi enam desa: Sempol, Kalisat, Jampit, Kalianyar, Kaligedang, dan Sumberrejo. Wilayah ini berkembang dari kawasan perkebunan yang dikelola sejak zaman kolonial, di mana ribuan penduduk tinggal dan bekerja sebagai buruh. Namun, meski perkembangan fisik dan penduduk terjadi dari masa ke masa, status tanah yang mereka tempati tidak pernah berubah menjadi milik pribadi maupun aset pemerintah daerah.

“Sejak awal, pendirian Kecamatan Ijen sudah berdiri di atas fondasi yang rapuh, karena tidak memenuhi persyaratan mendasar dalam regulasi nasional,” tegas Eko Febrianto.

Cacat Administratif Menurut PP No. 17 Tahun 2018:

Pembentukan Kecamatan Ijen patut dipertanyakan karena dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan, yang mengatur bahwa pendirian kecamatan harus memenuhi persyaratan dasar, teknis, dan administratif. Salah satu syarat teknisnya adalah tersedianya lahan milik daerah untuk pembangunan kantor camat dan sarana publik lainnya.

Baca Juga:
PTPN Resmi Laporkan Aksi Perusakan Kebun Kopi di Ijen, Kerugian Negara Capai Rp400 Juta Lebih Berikut ini tanggapan lengkap Java Coffee Estate

Fakta yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Seluruh fasilitas pemerintahan, mulai dari kantor camat, sekolah, balai desa hingga puskesmas berdiri di atas tanah yang bukan milik pemerintah. Bahkan rumah-rumah warga pun dibangun di kawasan hutan atau HGU milik negara.

Realitas Sosial: Ribuan Warga Hidup Tanpa Kepastian Tanah.

Berdasarkan data BPS Kabupaten Bondowoso tahun 2023, Kecamatan Ijen memiliki kepadatan penduduk yang signifikan di beberapa desa, seperti Kalisat dan Kalianyar. Namun ironisnya, tidak ada satu bidang tanah pun yang bisa dimiliki secara sah oleh warga maupun pemerintah setempat.

Warga tidak memiliki sertifikat, tidak bisa mengakses program perumahan, dan secara hukum tinggal di tanah yang mereka tidak punya hak atasnya. Mereka hidup dalam ketidakpastian di wilayah yang secara administratif diakui, namun secara agraria diabaikan.

“Ini bukan semata-mata masalah tanah, tapi soal kemanusiaan dan hak dasar warga negara yang selama ini diabaikan,” ujar Eko.

Berpotensi Melanggar UU Kehutanan:

Kondisi ini semakin kompleks karena sebagian wilayah Kecamatan Ijen berada dalam kawasan hutan negara. Sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pendudukan kawasan hutan tanpa izin merupakan pelanggaran hukum yang bisa dikenakan sanksi pidana. Meski beberapa ketentuan pidana dalam UU tersebut telah dicabut oleh UU Nomor 18 Tahun 2013, tindakan yang dilakukan sebelum perubahan regulasi tetap memiliki konsekuensi hukum.

“Warga bisa dikriminalisasi hanya karena tinggal di tanah yang mereka tempati sejak zaman leluhur. Padahal merekalah korban dari kelalaian pemerintah,” ujar Eko lagi.

Regulasi Penyelesaian Ada, Tapi Tidak Dijalankan:

LSM Siti Jenar menilai Pemerintah Kabupaten Bondowoso lalai karena tidak menempuh jalur hukum yang disediakan untuk menyelesaikan persoalan agraria di Kecamatan Ijen. Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 7 Tahun 2021 dan Pasal 274 huruf h, pemerintah dapat mengajukan permohonan untuk perubahan peruntukan kawasan hutan atau pelepasan lahan untuk keperluan permukiman.

Baca Juga:
Polantas Diminta Dekat Masyarakat, Terapkan Arahan Kapolri

“Gubernur dan bupati sudah diberi wewenang untuk mengurus ini, tapi tidak pernah dilakukan. Ini bentuk pembiaran sistematis,” tegas Eko.

Desakan: Segera Legalkan, Lindungi, dan Akhiri Ketimpangan.

Dengan fakta-fakta tersebut, LSM Siti Jenar menyerukan kepada Pemerintah Kabupaten Bondowoso, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera menyelesaikan masalah ini secara serius dan terukur.

“Jangan biarkan ribuan masyarakat Ijen terus hidup dalam status abu-abu. Jangan wariskan bom waktu konflik tanah untuk generasi yang akan datang. Ini waktunya negara hadir secara nyata untuk rakyatnya,” tutup Eko.

Keterangan Fhoto: Ketua Umum LSM SITI JENAR yang Juga Direktur Utama PT SITI JENAR GROUP MULTIMEDIA.

Penutup:

Kasus Kecamatan Ijen adalah potret nyata wilayah yang diakui secara administratif, tapi tak punya dasar legal agraria. Selama pemerintah daerah tidak berani mengambil langkah hukum dan politis yang diperlukan, maka ketimpangan ini akan terus mengakar dan mewariskan konflik panjang.

(Redaksi/Tim Investigasi – Siti Jenar Group Multimedia)

error: Content is protected !!