portalpopuler.com Situbondo, 28 Juli 2025 — Puluhan warga Desa Kembangsari, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, menggelar aksi protes di Kantor Kecamatan Jatibanteng. Aksi ini dipicu oleh ketidakadilan dalam distribusi bantuan sosial (bansos), yang dinilai tidak tepat sasaran dan menyisakan persoalan lama yang belum terselesaikan — mulai dari nama orang yang sudah meninggal dunia masih tercantum sebagai penerima, hingga warga miskin yang justru tidak tersentuh bantuan.
Aksi berlangsung sejak pagi pukul 09.00 hingga siang hari pukul 12.00 WIB. Sebanyak 15 warga dengan penuh semangat dan emosi mendatangi kantor kecamatan untuk menyampaikan keluhannya secara langsung kepada pihak berwenang. Di antara warga yang hadir terdapat seorang janda berusia 56 tahun yang menyuarakan nasibnya karena tidak pernah mendapatkan bantuan apapun, meskipun hidup dalam kemiskinan. Warga lain bahkan mengungkapkan kekecewaannya dalam Bahasa Madura: “Bedeh oreng mateh e pa olle” — sindiran pedas bahwa yang sudah meninggal saja bisa menerima bantuan, sementara yang masih hidup justru tidak.
Awal Mula Ketegangan
Semua bermula ketika sekitar tujuh warga mendatangi kediaman Ketua RT 09, Subawi (juga dikenal sebagai Pak Basor), untuk meminta penjelasan. Warga mempertanyakan daftar penerima bantuan beras, dan mengapa mereka yang tergolong miskin tidak pernah masuk dalam daftar tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua RT berupaya mencari jawaban dengan menghubungi Kepala Dusun Krajan, Ghazali, dan Sekretaris Desa (Sekdes), Moh. Kholil. Namun, Sekdes menyatakan bahwa data penerima bansos sepenuhnya berasal dari pusat, dan desa tidak punya kewenangan mengubah atau mengakses data tersebut. “Kalau tidak puas, tanyakan kepada pihak yang lebih tahu,” kata Sekdes.
Kekecewaan yang tak terbendung itu akhirnya menggerakkan warga untuk langsung mendatangi kecamatan sebagai bentuk protes.
Salah Data, Salah Sasaran
Dalam audiensi di Kantor Kecamatan Jatibanteng, berbagai keluhan dilontarkan. Warga menyoroti banyaknya nama penerima bantuan yang tidak tepat sasaran. Bahkan, pihak desa mengakui bahwa setidaknya ada 7 orang warga yang sudah meninggal dunia tetapi masih tercatat sebagai penerima bantuan.
Warga juga menuding bahwa sebagian penerima justru berasal dari kalangan yang tergolong mampu, sementara warga yang benar-benar miskin dan membutuhkan tidak terdata.
Tokoh Masyarakat: Validasi dan Verifikasi Adalah Kunci
Hadir dalam pertemuan itu, Taufik Hidayah, SH, seorang tokoh masyarakat sekaligus praktisi hukum dari Kembangsari. Ia menegaskan bahwa kesalahan ini terjadi karena sejumlah faktor, antara lain:
- Tidak akuratnya data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial)
- Kurangnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
- Lemahnya pengawasan
- Minimnya koordinasi antar lembaga, baik pusat, daerah, maupun desa
“DTKS adalah dasar dari hampir semua program bantuan sosial, termasuk PKH dan BPNT. Kalau datanya salah, maka bantuan pasti salah sasaran. Maka perlu dilakukan validasi data dan verifikasi faktual di lapangan,” tegas Taufik.
Ia juga mendesak agar DTKS diperbarui secara berkala, sesuai dinamika sosial dan ekonomi warga.
Respons Pihak Kecamatan dan Aparat Keamanan
Camat Jatibanteng menyampaikan apresiasi atas kehadiran warga dan menyatakan dukungannya terhadap usulan validasi data. Ia menilai protes ini sebagai bentuk partisipasi aktif warga dalam menjaga keadilan sosial.
Namun Sekretaris Camat, Rudi, mengaku bahwa data DTKS tidak bisa diakses langsung oleh pihak kecamatan, yang menyulitkan dalam melakukan koreksi data. Hal ini menjadi kendala serius dalam memastikan bantuan benar-benar sampai pada pihak yang tepat.
Sementara itu, Kapolsek Jatibanteng berharap agar situasi tetap kondusif dan masyarakat tidak terpancing emosi. Hal senada juga disampaikan Babinsa Kembangsari yang mewakili Danramil, meminta masyarakat agar tetap tenang dan menyerahkan proses perbaikan data kepada pemerintah secara prosedural.
Pihak Desa Mengakui Kelemahan Sistem
Perangkat desa yang turut hadir dalam pertemuan antara lain:
- Sekretaris Desa: Moh. Kholil
- Perangkat Desa: Muksid
- Kepala Dusun Krajan: Ghazali
Ketiganya membenarkan adanya kekeliruan data penerima, termasuk nama-nama yang sudah meninggal dunia. Mereka menyatakan siap bekerja sama untuk mendorong proses perbaikan data agar lebih akurat dan sesuai kondisi nyata.
Turut hadir pula petugas dari Intel Polres Situbondo yang melakukan pemantauan selama berlangsungnya audiensi untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
Seruan untuk Perubahan
Aksi warga Desa Kembangsari menjadi sinyal kuat bahwa distribusi bantuan sosial masih perlu perhatian serius. Salah data berarti salah sasaran, dan salah sasaran berarti potensi ketidakadilan yang berkepanjangan.
Warga berharap agar tidak ada lagi kasus seperti ini di kemudian hari. Mereka menuntut ketegasan dan keseriusan pemerintah dalam memperbaiki sistem data dan pengawasan agar bantuan sosial benar-benar bisa dinikmati oleh mereka yang paling membutuhkan — bukan oleh nama-nama fiktif atau keluarga yang sudah mapan secara ekonomi.
Dengan aksi ini, masyarakat Kembangsari telah menyuarakan keresahan banyak warga desa lainnya: bahwa keadilan sosial bukan hanya janji, tapi harus dirasakan. (Red/Tim)
Situbondo, 28 Juli 2025 — Puluhan warga Desa Kembangsari, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, menggelar aksi protes di Kantor Kecamatan Jatibanteng. Aksi ini dipicu oleh ketidakadilan dalam distribusi bantuan sosial (bansos), yang dinilai tidak tepat sasaran dan menyisakan persoalan lama yang belum terselesaikan — mulai dari nama orang yang sudah meninggal dunia masih tercantum sebagai penerima, hingga warga miskin yang justru tidak tersentuh bantuan.
Aksi berlangsung sejak pagi pukul 09.00 hingga siang hari pukul 12.00 WIB. Sebanyak 15 warga dengan penuh semangat dan emosi mendatangi kantor kecamatan untuk menyampaikan keluhannya secara langsung kepada pihak berwenang. Di antara warga yang hadir terdapat seorang janda berusia 56 tahun yang menyuarakan nasibnya karena tidak pernah mendapatkan bantuan apapun, meskipun hidup dalam kemiskinan. Warga lain bahkan mengungkapkan kekecewaannya dalam Bahasa Madura: “Bedeh oreng mateh e pa olle” — sindiran pedas bahwa yang sudah meninggal saja bisa menerima bantuan, sementara yang masih hidup justru tidak.
Awal Mula Ketegangan:
Semua bermula ketika sekitar tujuh warga mendatangi kediaman Ketua RT 09, Subawi (juga dikenal sebagai Pak Basor), untuk meminta penjelasan. Warga mempertanyakan daftar penerima bantuan beras, dan mengapa mereka yang tergolong miskin tidak pernah masuk dalam daftar tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua RT berupaya mencari jawaban dengan menghubungi Kepala Dusun Krajan, Ghazali, dan Sekretaris Desa (Sekdes), Moh. Kholil. Namun, Sekdes menyatakan bahwa data penerima bansos sepenuhnya berasal dari pusat, dan desa tidak punya kewenangan mengubah atau mengakses data tersebut. “Kalau tidak puas, tanyakan kepada pihak yang lebih tahu,” kata Sekdes.
Kekecewaan yang tak terbendung itu akhirnya menggerakkan warga untuk langsung mendatangi kecamatan sebagai bentuk protes.
Salah Data, Salah Sasaran:
Dalam audiensi di Kantor Kecamatan Jatibanteng, berbagai keluhan dilontarkan. Warga menyoroti banyaknya nama penerima bantuan yang tidak tepat sasaran. Bahkan, pihak desa mengakui bahwa setidaknya ada 7 orang warga yang sudah meninggal dunia tetapi masih tercatat sebagai penerima bantuan.
Warga juga menuding bahwa sebagian penerima justru berasal dari kalangan yang tergolong mampu, sementara warga yang benar-benar miskin dan membutuhkan tidak terdata.
Tokoh Masyarakat: Validasi dan Verifikasi Adalah Kunci
Hadir dalam pertemuan itu, Taufik Hidayah, SH, seorang tokoh masyarakat sekaligus praktisi hukum dari Kembangsari. Ia menegaskan bahwa kesalahan ini terjadi karena sejumlah faktor, antara lain:
Tidak akuratnya data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial)
Kurangnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
Lemahnya pengawasan
Minimnya koordinasi antar lembaga, baik pusat, daerah, maupun desa
“DTKS adalah dasar dari hampir semua program bantuan sosial, termasuk PKH dan BPNT. Kalau datanya salah, maka bantuan pasti salah sasaran. Maka perlu dilakukan validasi data dan verifikasi faktual di lapangan,” tegas Taufik.
Ia juga mendesak agar DTKS diperbarui secara berkala, sesuai dinamika sosial dan ekonomi warga.
Respons Pihak Kecamatan dan Aparat Keamanan:
Camat Jatibanteng menyampaikan apresiasi atas kehadiran warga dan menyatakan dukungannya terhadap usulan validasi data. Ia menilai protes ini sebagai bentuk partisipasi aktif warga dalam menjaga keadilan sosial.
Namun Sekretaris Camat, Rudi, mengaku bahwa data DTKS tidak bisa diakses langsung oleh pihak kecamatan, yang menyulitkan dalam melakukan koreksi data. Hal ini menjadi kendala serius dalam memastikan bantuan benar-benar sampai pada pihak yang tepat.
Sementara itu, Kapolsek Jatibanteng berharap agar situasi tetap kondusif dan masyarakat tidak terpancing emosi. Hal senada juga disampaikan Babinsa Kembangsari yang mewakili Danramil, meminta masyarakat agar tetap tenang dan menyerahkan proses perbaikan data kepada pemerintah secara prosedural.
Pihak Desa Mengakui Kelemahan Sistem
Perangkat desa yang turut hadir dalam pertemuan antara lain:
Sekretaris Desa: Moh. Kholil
Perangkat Desa: Muksid
Kepala Dusun Krajan: Ghazali
Ketiganya membenarkan adanya kekeliruan data penerima, termasuk nama-nama yang sudah meninggal dunia. Mereka menyatakan siap bekerja sama untuk mendorong proses perbaikan data agar lebih akurat dan sesuai kondisi nyata.
Turut hadir pula petugas dari Intel Polres Situbondo yang melakukan pemantauan selama berlangsungnya audiensi untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
Seruan untuk Perubahan:
Aksi warga Desa Kembangsari menjadi sinyal kuat bahwa distribusi bantuan sosial masih perlu perhatian serius. Salah data berarti salah sasaran, dan salah sasaran berarti potensi ketidakadilan yang berkepanjangan.
Warga berharap agar tidak ada lagi kasus seperti ini di kemudian hari. Mereka menuntut ketegasan dan keseriusan pemerintah dalam memperbaiki sistem data dan pengawasan agar bantuan sosial benar-benar bisa dinikmati oleh mereka yang paling membutuhkan — bukan oleh nama-nama fiktif atau keluarga yang sudah mapan secara ekonomi.

Dengan aksi ini, masyarakat Kembangsari telah menyuarakan keresahan banyak warga desa lainnya: bahwa keadilan sosial bukan hanya janji, tapi harus dirasakan.
(Red/Tim)